Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

 

Friday, May 18, 2007

Dari seorang kawan untuk pendidikan indonesia

Suatu sore di Salemba…

Di ruang tamu kost-kostannya yang bersih, kami duduk bersila berhadap-hadapan. Ini kali pertama saya ke tempatnya. Beberapa buku dan majalah bekas berserakan di antara obrolan sore kami yang remeh temeh, Juga sebuah rak buku dari kayu dan 2 gelas minuman jeruk dingin. Belum lagi saya menyentuh minuman yang disediakan.
Seorang anak perempuan berambut panjang di kuncir menyela pembicaraan kami dengan kedatangannya. Anak itu datang untuk mengembalikan buku yang dipinjamnya. Saya ingat benar, bagaimana ekspresi wajah anak itu ketika ia kebingungan mencari majalah yang dipesan ibunya. Tapi, saya pasti tak akan melupakan binar ekspresi sahabat saya itu ketika melihat tamu kecilnya mengacak-acak buku dan majalah yang berjajar rapi di rak kayu itu.

Sebagai seorang yang simpatik dan empatik, Mau tak mau saya dipaksa juga menghadirkan ekspresi yang sama-ehm… mulai deh, ok..ok…--. Biasanya kalau sudah dalam kondisi seperti ini, tanpa tedeng aling-aling saraf-saraf diwajah saya akan secara automatically membentuk simpul yang biasanya diidentifikasi sebagai senyuman manis. Diam-diam saya berpikir ”jadi begini toh rumah baca, yang pernah dia ceritakan pada saya”. Plok-plok, saya tepuk tangan dalam hati. “Jarang-jarang ada perempuan muda dengan intensitas kesibukan se-abrek-abrek tapi masih peduli dengan pendidikan anak-anak di lingkungannya. Sebuah usaha yang perlu ditiru di teladani dan di hayati dalam kehidupan sehari-hari (sesuai dengan butir ke 5 dari sila ke 2… he..he..)” bisik saya “masih” dalam hati.

Beberapa saat setelah anak itu pulang, sahabat saya itu kemudian secara rinci bercerita kondisi lingkungan dan anak-anak tempat ia tinggal dengan semangat 45, dari kisahnya ini, saya bisa memahami jalan cerita sesungguhnya dari apa yang tengah lakoni.

Suatu siang di hari Sabtu…

Tididit tididit… handphone monophonik saya berdering. Sebuah grafis bergambar amplop nampak jelas di layarnya yang monokrom. Itu artinya ada SMS. Sebuah SMS dari sahabat saya yang tinggal di Salemba. Dari pesan pendeknya Ia berkabar bahwa saat itu dia sedang berada di Bogor (apa depok ya?), tepatnya di sebuah SD. Lebih tepat lagi ia sedang mengajar tentang keterampilan menulis dan jurnalistik. What? keterampilan menulis dan jurnalistik? Setahu saya pelajaran itu tidak diajarkan di SD bahkan SMA sekalipun. Dan belum masuk kurikulum sejak jaman Indonesia baru merdeka sampai sekarang. Lalu buat apa mengajarkan anak-anak itu keterampilan menulis? Alah pasti sahabat saya itu sedang nyambi buat nyari tambahan. Hush, jangan ngomong sembarangan ya!… gajinya sebagai PNS plus honor nulis di berbagai majalah pasti lebih dari cukup untuk menghidupi dirinya yang masih lajang ketika itu, buktinya saya pernah lho di traktir…eit ketahuan deh he…he... Lalu buat apa? (dengan aksen ditekan agar menambah kesan dramatis).

“Saya ingin keterampilan menulis dijadikan sebagai salah satu keterampilan dasar bagi setiap orang dan itu sebaiknya dimulai sejak anak-anak”. Katanya dalam sebuah percakapan kami di telepon. Itu jawaban yang visioner kata para pakar komunikasi. Tapi, menurut saya itu jawaban yang paling romantis yang pernah saya dengar tentang persoalan pendidikan di tengah carut marutnya dunia pendidikan. Kepada saya juga pernah dikirimkannya booklet tentang bagaimana membuat sebuah taman bacaan kecil-kecilan plus alamat-alamat lembaga yang concern dengan proyek-proyek semisal yang dikerjakannya. Sayangnya sampai saat ini saya belum bisa mencontohi apa yang sudah dilakukan oleh sahabat saya itu.”mungkin setelah menikah dan punya istri nanti,” (yak sodara-sodara… promosi nih) alasan saya setiap kali di tanya soal rencana membuka taman bacaan anak tersebut.

Suatu pagi menjelang 2 mei

Sebenarnya saya begitu minder menuliskan cerita tentang sahabat saya ini. Tapi tak apa lah saya sengaja menuliskannya agar menjadi pecut yang membuat saya -atau siapapun yang membaca tulisan ini -- ikut peduli dengan persoalan pendidikan di negeri ini. Mungkin lebih baik sejak sekarang saya memulai hal-hal yang kecil dan berguna bagi pendidikan orang-orang di sekeliling saya. Sebagaimana mbak Azi telah mencontohkannya. Mungkin juga saya harus memulainya dari sekarang ketimbang menambah barisan orang yang hanya mencaci maki kondisi pendidikan kita.

Selamat hari pendidikan nasional…[]

To mbak Azi thx atas pertemanannya yang memberi saya banyak pelajaran.

Labels:

Baca lanjutannya !