Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

 

Wednesday, June 13, 2007

Mendadak Gendut

Membaca judul ini pasti anda akan teringat pada Film Rudy Sudjarwo, Mendadak Dangdut yang di bintangi Titi Kamal. Tapi percayalah judul dari tulisan ini bukanlah bagian sekuel dari Film yang sukses itu. Bukan pula prekuel. Bahkan sejak tulisan ini masih di alam inspirasi hingga diketik dengan komputer (ya iyalah masa’ ngetiknya pake mesin jahit), belum ada tanda-tanda Rudi Sudjarwo bakal membuat Film yang berhubungan dengan film itu. Satu-satunya alasan, hingga saya memilih judul ini adalah disebabkan oleh faktor budaya. Ya! Faktor budaya orang Indonesia yang suka meniru, ternyata mengalir deras di kotak inspirasi saya. Apalagi saya sebagai orang Indonesia asli yang tidak memiliki garis keturunan dengan bangsa asing diluar sana.

Tapi –untuk kesekian kalinya—, tulisan ini sejatinya berbicara tentang fenomena ke-Gendut-an Global yang menimpa banyak orang. Fenomena kegendutan global ini juga menimpa saya..
***
Di sebuah pesta pernikahan seorang kawan…
Lelaki itu menatap saya dengan pandangan tak biasa. Sebuah pandangan yang menyimpan keraguan. Meski sejak tadi ia telah memindai habis sosok saya dari ujung kaki hingga ujung rambut beberapa kali. Tapi rupanya ia tak punya keyakinan untuk mengambil sebuah kesimpulan. Padahal gigi dan bibir saya sudah hampir kering menebar senyuman kepadanya.
Beberapa menit berselang saya mendekatinya. Dengan gaya yang khas saya mengulurkan tangan"I'm Bond, James Bond", Ops sorry ding… seraya menyebutkan nama. Belum juga saya menggenggam erat tangannya, senyuman lebarnya menyambut dan merengkuh saya jauh ke dalam pandangan matanya yang teduh. "saya sampai pangling tadi, saya pikir kamu siapa?" kata teman saya itu. "kamu lebih ganteng sekarang, meskipun lebih gendut" lanjutnya lancar lengkap dengan basa basi khas orang Indonesia, yang awalnya memuji namun mengakhirinya dengan kalimat yang nendang ke ulu hati ugh.... Tapi, saya tidak marah. Sebab, setidaknya ia telah memberikan opini dan komentar yang memenuhi standar cover both side untuk saya. Lagi pula hampir dalam sebulan terakhir tak pernah lagi ada orang yang memuji ketampanan saya.he...he... tapi kalau mengomentari kegendutan saya. Maka, teman saya itu bukanlah orang pertama, bisa jadi ia orang ke ratusan sekian. Sejak tahun 2002 lho... huh puas? puas? Ta' sobek-sobek!he...he...
***

Kalau ditanya mengapa sampai gendut seperti sekarang ini? Saya pasti menjawab "Takdir Pak" seperti yang diajarkan iklan. Bukan apa-apa, sebagai seorang lelaki yang normal tentulah saya memimpikan memiliki body yang atletis. Sayangnya, body atletis adalah sebuah kemewahan yang sulit saya rengkuh ke dalam realitas fisik saya. Meskipun, berbagai usaha telah saya lakukan. Mulai dari membeli obat peluruh lemak, minum susu berlemak rendah, minum teh pelangsing, hingga diet telah saya ikhtiarkan untuk mengembalikan kesingsetan saya seperti dahulu kala.
Puncak dari usaha saya untuk meluruhkan lemak menjadi reremahan tubuh adalah ketika saya memilih bergabung dengan sebuah fitness center waralaba milik seorang atlit binaraga kita yang terkenal. Di tempat itu saya mengokohkan niat untuk membangun sebuah body yang atletis, "sebab kegendutan itu adalah sarang penyakit lagi pula sangat mengganggu penampilan. Dengan ikut fitnes, saya secara cerdas telah menginvestasikan masa depan kesehatan saya, Pokoknya apapun yang terjadi dalam 3 bulan kedepan, semua lemak-lemak yang bersarang di tubuh saya khususnya perut, harus hilang". Demikian kira-kira bunyi Sumpah Pemuda Anti Gendut yang saya ikrarkan dalam hati.
Dengan ditemani oleh seorang instruktur yang berpengalaman, mulailah saya mengerjakan ritual menghilangkan gendut. "Karena Kelebihan berat badan, maka Mas harus diet. Dan porsi latihannya harus ditambah, usahakan berolah raga sebelum sarapan agar lemak bisa terbakar karena ia menggantikan, bla... bla... " begitu kira-kira nasihat instruktur saya panjang kali lebar sama dengan luas.
Sayapun melakoni apa yang disarankan oleh instruktur saya itu. Buat saya meluangkan waktu untuk berfitnes ria adalah hal yang mengasyikkan walaupun itu sudah termasuk bonus sit up beberapa set yang melelahkan. Asalkan tidak bertabrakan dengan jadwal aktivitas, saya pasti dengan ikhlas akan menjalaninya.
Ternyata hal yang paling sulit dilakukan dalam proyek ini, bukanlah rajin datang ke fitnes center, melainkan melakoni diet yang direkomendasikannya kepada saya. Berhenti makan malam atau menggantinya dengan beberapa potong roti tawar, makan siang setengah porsi dan stop makan gorengan adalah pantangan yang harus saya lakukan dengan kondisi tersiksa. Namun demikian dengan semangat yang menyala dalam dada saya tetap berusaha semaksimal mungkin untuk tetap kekeuh melakukan diet ini.
Sayangnya tepat malam ketiga melakukan aksi diet ini. Secara tiba-tiba semangat untuk menjadi atletis sebagaimana telah saya ikrarkan sebelumnya menjadi redup. Bagian perut saya secara provokatif menyuarakan aspirasi lapar yang tak tertahankan. Sementara itu pada saat yang sama nafsu makan saya begitu kuatnya mempresure saya untuk melangkahkan kaki ke warung terdekat.
Akhirnya sebagai seorang demokrat, tentunya saya harus menuruti berbagai aspirasi yang keluar dari dalam tubuh saya. Dan dengan mengandalkan takdir (lagi-lagi takdir) sampailah saya ke depan warung. Seperti orang yang kalah perang saya melangkahkan kaki masuk kedalam warung itu. Dan secara otomatis saya langsung memesan 2 porsi nasi goreng dan dengan tenang menghabisi muatan piring-piring yang ada saat itu juga dengan gaya mirip Gladiator yang tengah membantai lawannya. Hebatnya, ketika pikiran-pikiran anti gendut saya mengirimkn sinyal-sinyal protes kedalam otak saya, dengan tenang saya tidak mengindahkan protes itu, malah saya memesan satu bungkus lagi untuk dibawa pulang sambil dengan cepat otak saya memproses sebuah argumen baru "Gendut bukanlah dosa, lagi pula Big is beatifull, tak percaya lihat saja pipi tembem Monalisanya Leonardo Da Vinci." Hm... hm.
Keesokan harinya, ketika bertemu dengan instruktur fitnes. Saya menceritakan gagalnya proyek saya untuk berdiet. Sambil menepuk pundak saya, ia memberikan sebuah komentar pendek sambil tersenyum. "Mas, hal yang paling sulit di dunia ini adalah kemampuan berdisiplin untuk menahan diri kalau ingin mencapai sesuatu, tanpa kemampuan berdisiplin untuk menahan diri sulit kita bisa mewujudkan pa yang kita inginkan, termasuk tubuh yang bagus." O gitu ya! Kata saya sambil mengangguk-ngangguk setuju.[]

Labels:

Baca lanjutannya !