Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

 

Monday, December 01, 2008

Belajar Mencintai Sinetron

Seorang perempuan menangis tersedu-sedu, wajahnya yang cantik kelihatan berusaha keras mengeluarkan airmata. Biarpun cairan bening itu sukses mengalir deras tapi tanda-tanda pendukung tangisannya tak tampak dari wajahnya yang halus. Tak ada hidung merah, tak pula ingus yang mengalir seperti lazimnya orang menangis pada umumnya. Sementara itu dua orang perempuan berdiri dengan congkak disampingnya. Wajah kemarahan berlebihan dengan sorot mata yang lebih galak dari mata Rahwana seperti ingin mengunyah perempuan disampingnya hidup-hidup. Mungkinkah, mereka saudara seperguruan Sumanto?

Anehnya ini bukan pertama kali terjadi. Entah sudah berapa kali kejadian ini berulang-ulang seperti deja vu yang membosankan. Parahnya sang perempuan yang teraniaya memilih bersabar. Untuk sebuah alasan yang maha romantis. Ini semua karena C.I.N.T.A....

"Goblok, Bodoh... kenapa tidak melawan, coba kalau saya... pasti akan saya hajar" makian perempuan dari rumah tetangga terdengar lebih emosional dan alami.
Sementara saya hanya menarik nafas dan dengan wajah bijak disertai penghayatan yang mendalam. Hanya bisa berdehem dalam puncak pencapaian kebijakan tertinggi lalu berkata... "Hhh... Therlhalhu...".

Kawan, apa yang saya ceritakan diatas adalah dua dunia yang berbeda tapi bertemu secara realtime dalam ruang waktu yang sama. Bagian perempuan teraniaya adalah kejadian di sinema elektronik (saya sengaja tidak menyingkatnya biar bisa berbagi pengetahuan bagi yang belum tahu, he...he...). Adegan perempuan memaki dan sosok pria tampan nan bijak itu adalah kejadian nyata senyata-nyatanya. Perkenalkan perempuan yang memaki-maki itu adalah tetangga saya pecinta sinetron sejati dengan jam terbang lebih dari 15 tahun sedangkan lelaki bijak nan tampan, gagah perwira itu adalah seorang pria muda dengan wajah yang sangat mirip dengan Duda Herlino, mantan dari Janda Herlina he he...

Sinetron kita memang berhasil menganeksasi wilayah kesadaran banyak orang. Apalagi ibu-ibu rumah tangga yang memang mengandalkan Sinetron sebagai hiburan favorit. Secara kualitas sinetron kita memang tak ada apa-apanya. Dengan plot cerita yang lebih kurang sama. Bukannya mau suudzon tapi para kreator sinetron kita (dengan beberapa pengecualian) memang sudah tak punya rasa malu lagi menjadi hamba rating selain menjadi hamba Tuhan. Mereka tak segan-segan mengabaikan akal sehat penonton bahkan rela mengkloning ide yang sama berulang-ulang tapi dalam kemasan judul yang berbeda-beda.

Plot kisah cinta Cinderella Complex tentang perempuan miskin berjuang mendapatkan cinta dari seorang pria kaya. Tapi ternyata dikemudian hari si perempuan miskin ternyata adalah anak orang kaya yang hilang ketika kecil, membuat saya semakin bingung akan fakta atau gossip, berapa banyakkah anak orang kaya yang hilang di negeri ini?.

Dari segi kualitas akting, saya juga melihat bahwa kualitas akting para penonton yang larut dalam penjiwaan saat mengikuti jalan cerita kelihatannya jauh lebih baik dari pada akting maksa bin lebay dari para artis dan aktor yang hanya mengandalkan tampang itu.
Saya sudah berusaha mencoba mencintai sinetron Indonesia. Tapi tak bisa! Sinetron kita terlalu sulit untuk dicintai. Alur cerita yang tak jelas, Menjual mimpi, kisah cinta yang berlebihan membuat saya jadi kehilangan rasa terhadap sinetron kita. Belum lagi melihat tampang bintang yang hanya menjual tampang dan body sexy. Tapi mau apalagi, ada survey eh suplly ada demand. Begitu kata dosen Ilmu ekonomi menjawab soal perihal selera pasar.

Meski demikian ada satu atau dua Sinetron yang bagus dan layak ditonton. Biasanya sinetron seperti ini mengangkat genre yang berbeda dan digarap dengan idealisme berkesenian yang tinggi seperti hasil garapan Bang Haji Deddy Mizwar, atau Rano Karno, selebihnya? Mending nonton acara makan-makan saja sekalian. Btw, kalau saya di tawari Oom Raam Punjabi untuk jadi lawan main Sandra Dewi di Sinetron striping, enaknya gimana ya ¿[]

Labels:

Baca lanjutannya !